Pasca Maraknya Sajak Sajak Sosial

Pasca Maraknya Sajak Sajak Sosial

Pada era 1980-an hingga awal 1990-an, puisi Indonesia diwarnai oleh maraknya sajak-sajak sosial. Sajak-sajak ini mengangkat tema-tema sosial seperti kemiskinan, kesenjangan sosial, dan penindasan. Sajak-sajak ini juga sering kali bersifat kritik terhadap pemerintah dan masyarakat.

Maraknya sajak-sajak sosial ini tidak terlepas dari kondisi sosial dan politik Indonesia pada masa itu. Pada masa itu, Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi dan politik. Krisis ini menyebabkan terjadinya kemiskinan, kesenjangan sosial, dan penindasan terhadap rakyat. Kondisi ini mendorong para penyair untuk menyuarakan kegelisahan dan kritik mereka melalui puisi.

Beberapa penyair yang terkenal dengan sajak-sajak sosialnya antara lain Wiji Thukul, Taufik Ismail, dan Rendra. Wiji Thukul dikenal dengan sajak-sajak protesnya terhadap ketidakadilan sosial. Taufik Ismail dikenal dengan sajak-sajak kritiknya terhadap pemerintah. Sedangkan Rendra dikenal dengan sajak-sajak humanisnya yang menyuarakan kepedulian terhadap rakyat kecil.

Maraknya sajak-sajak sosial ini membawa pengaruh yang besar terhadap perkembangan puisi Indonesia. Sajak-sajak ini menunjukkan bahwa puisi tidak hanya sekadar karya seni, tetapi juga dapat menjadi sarana untuk menyuarakan kritik dan kegelisahan sosial.

Pasca maraknya sajak-sajak sosial, perpuisian Indonesia kembali pada kemerdekaan masing-masing penyair dalam mencipta. Gaya dan tema sajak-sajak Indonesia mutakhir kembali beragam. Heterogenitas tema dan gaya pengucapan kembali mewarnai perpuisian Indonesia.

Akhir-akhir ini, muncul sajak-sajak naratif yang panjang, seperti banyak dimuat di harian umum. Sajak-sajak ini biasanya mengangkat tema-tema kehidupan sehari-hari, cinta, dan kemanusiaan. Namun, masih ada juga sajak-sajak pendek yang tetap muncul di rubrik-rubrik sastra.

Berikut adalah beberapa contoh sajak-sajak pasca maraknya sajak-sajak sosial:

  • "Senja di Pelabuhan Kecil" karya Chairil Anwar (1949)
  • "Aku Ingin" karya Sapardi Djoko Damono (1973)
  • "Aku" karya Sutardji Calzoum Bachri (1981)
  • "Puisi" karya Joko Pinurbo (1990)
  • "Tentang Cuaca dan Kenangan" karya Afrizal Malna (2000)

Kelima sajak tersebut menunjukkan bahwa puisi Indonesia pasca maraknya sajak-sajak sosial telah berkembang dan menjadi lebih beragam. Puisi-puisi tersebut tidak hanya mengangkat tema-tema sosial, tetapi juga tema-tema lain yang lebih personal dan universal.

Check Also

Deskripsikan Gangguan Keamanan Pada Masa Demokrasi Parlementer

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *