Dino Pasaran: Sistem Penanggalan Jawa yang Masih Dilestarikan
Kalender Jawa adalah sistem penanggalan yang digunakan oleh masyarakat Jawa, termasuk di Indonesia. Kalender ini memiliki dua siklus, yaitu siklus mingguan (saptawara) dengan 7 hari (Ahad-Sabtu) dan pekan pancawara dengan 5 hari pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon).
Dino pasaran adalah salah satu komponen penting dalam kalender Jawa. Dino pasaran adalah hari pasaran dalam kalender Jawa yang terdiri dari 5 hari, yaitu Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. Dino pasaran memiliki peran penting dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Jawa, mulai dari menentukan hari baik, menentukan watak seseorang, hingga menentukan nama bayi.
Sejarah Dino Pasaran
Dino pasaran diperkirakan telah ada sejak masa Kerajaan Majapahit. Pada masa itu, dino pasaran digunakan untuk menentukan hari baik untuk berbagai kegiatan, seperti pernikahan, khitanan, dan peletakan batu pertama pembangunan sebuah bangunan.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645), dino pasaran mengalami perubahan. Sultan Agung mengubah sistem penanggalan Jawa dari sistem penanggalan Saka (berbasis matahari) ke sistem penanggalan lunar (berbasis bulan). Perubahan ini juga berdampak pada dino pasaran, yang kini memiliki siklus yang sama dengan siklus bulan.
Pengertian Dino Pasaran
Dino pasaran adalah hari pasaran dalam kalender Jawa yang terdiri dari 5 hari, yaitu Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. Dino pasaran memiliki nilai neptu yang berbeda-beda. Neptu adalah nilai yang digunakan untuk menentukan hari baik atau buruk.
Berikut adalah nilai neptu untuk dino pasaran:
- Legi: 5
- Pahing: 9
- Pon: 7
- Wage: 4
- Kliwon: 8
Kepercayaan Masyarakat Jawa tentang Dino Pasaran
Masyarakat Jawa masih memiliki kepercayaan yang kuat tentang dino pasaran. Mereka percaya bahwa dino pasaran memiliki pengaruh terhadap kehidupan seseorang. Misalnya, seseorang yang lahir pada hari pasaran Legi dipercaya memiliki watak yang kalem dan suka mengalah.
Kepercayaan masyarakat Jawa tentang dino pasaran juga tercermin dalam berbagai tradisi Jawa, seperti:
- Tradisi pernikahan
Masyarakat Jawa percaya bahwa hari pernikahan yang baik adalah hari pasaran yang memiliki nilai neptu yang cocok dengan neptu kedua mempelai.
- Tradisi khitanan
Masyarakat Jawa percaya bahwa hari khitanan yang baik adalah hari pasaran yang memiliki nilai neptu yang cocok dengan neptu anak yang akan dikhitan.
- Tradisi peletakan batu pertama
Masyarakat Jawa percaya bahwa hari peletakan batu pertama yang baik adalah hari pasaran yang memiliki nilai neptu yang cocok dengan neptu pemilik bangunan.
Pelestarian Dino Pasaran
Dino pasaran masih dilestarikan oleh masyarakat Jawa, terutama di pedesaan. Hal ini terlihat dari masih adanya tradisi-tradisi Jawa yang menggunakan dino pasaran, seperti tradisi pernikahan, khitanan, dan peletakan batu pertama.
Selain itu, dino pasaran juga masih digunakan dalam berbagai bidang, seperti:
- Perhitungan hari baik
Dino pasaran masih digunakan untuk menentukan hari baik untuk berbagai kegiatan, seperti pernikahan, khitanan, dan peletakan batu pertama pembangunan sebuah bangunan.
- Penentuan watak seseorang
Dino pasaran masih digunakan untuk menentukan watak seseorang berdasarkan hari lahirnya.
- Penentuan nama bayi
Dino pasaran masih digunakan untuk menentukan nama bayi agar sesuai dengan watak yang diinginkan.
Pelestarian dino pasaran merupakan salah satu upaya untuk menjaga dan melestarikan budaya Jawa. Dino pasaran merupakan bagian penting dari budaya Jawa yang telah ada sejak ratusan tahun yang lalu.