Miris, 38% Pekerja Indonesia Digaji di Bawah Rp2 Juta/Bulan

Miris! Data BPS Sebut 38% Pekerja Indonesia Masih Bergaji di Bawah Rp2 Juta per Bulan

Gaji Pekerja di Bawah 2 Juta

Fenomena upah rendah masih menghantui dunia ketenagakerjaan Indonesia. Berdasarkan data terkini yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 38,11% pekerja di Indonesia masih menerima gaji di bawah Rp2 juta per bulan. Angka ini menjadi cerminan jelas bahwa kesejahteraan pekerja kita masih jauh dari ideal, terlebih jika dibandingkan dengan standar kebutuhan hidup layak yang terus meningkat setiap tahun.

BPS mengungkapkan fakta ini dalam laporan terbaru mereka mengenai kondisi pasar tenaga kerja nasional. Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa dari total 141,92 juta orang yang bekerja di Indonesia, sekitar 54 juta di antaranya masih mendapat upah rendah. Pekerja sektor informal mendominasi kelompok ini, seperti buruh tani, pedagang kecil, hingga pekerja rumah tangga.

Menariknya, fenomena ini tidak hanya terbatas di daerah pedesaan. Bahkan di kota-kota besar yang notabene memiliki biaya hidup lebih tinggi, masih banyak pekerja yang bergelut dengan penghasilan minim. Ketimpangan upah antar sektor pun turut menjadi sorotan, di mana sektor formal dengan keterampilan tinggi menikmati gaji yang jauh lebih tinggi dibandingkan sektor padat karya nonformal.

Ketimpangan ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah dalam mewujudkan pembangunan ekonomi yang merata dan berkeadilan. Pemerintah memang telah menetapkan kebijakan upah minimum tahunan di masing-masing provinsi, namun implementasi dan pengawasannya masih relatif lemah. Banyak perusahaan kecil hingga menengah tak mampu atau abai dalam menyesuaikan gaji sesuai regulasi.

Kondisi ini berdampak pada kualitas hidup pekerja dan keluarganya. Dengan pendapatan di bawah Rp2 juta per bulan, sulit bagi sebagian besar pekerja untuk mengakses kebutuhan dasar seperti hunian yang layak, pendidikan anak yang berkualitas, hingga layanan kesehatan yang memadai. Lebih jauh lagi, daya beli masyarakat pun tertekan, yang pada akhirnya bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Sementara itu, Pakar Ketenagakerjaan dari Universitas Indonesia, Dr. Sri Mulyani, menyebutkan bahwa reformasi struktural diperlukan untuk memperbaiki kondisi ini. Ia menekankan perlunya peningkatan produktivitas tenaga kerja lewat pelatihan dan pendidikan vokasi yang relevan dengan tuntutan industri saat ini. “Kita tidak bisa hanya bergantung pada kenaikan UMR setiap tahun tanpa memperbaiki ekosistem ketenagakerjaan secara menyeluruh,” ujarnya.

Di sisi lain, pekerja juga perlu didorong untuk berani meningkatkan keterampilannya agar lebih kompetitif di pasar kerja. Pemerintah pusat dan daerah didorong untuk memperluas akses pelatihan berbasis kebutuhan lokal dan perkembangan industri 4.0—terutama untuk generasi muda yang menjadi ujung tombak bonus demografi Indonesia ke depan.

Kondisi miris ini tidak bisa dibiarkan terlalu lama. Intervensi yang menyeluruh antara kebijakan, pendidikan, dan kolaborasi dunia usaha diperlukan guna membangun sistem upah yang adil dan berkelanjutan. Dengan daya beli yang sehat, bukan tak mungkin Indonesia bisa lepas dari lingkaran upah murah dan bergerak menuju kesejahteraan yang merata antar lapisan masyarakat.

author avatar
Admin PIC Garut

About Admin PIC Garut

Check Also

Polisi Terapkan Sistem Buka Tutup di Jalur Longsor Garut-Singaparna

Polisi Berlakukan Buka Tutup di Jalur Longsor Garut-Singaparna Polisi Berlakukan Buka Tutup di Jalur Longsor …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *