Lirik Gunawan Mata Karanjang

Dendam dan Dinasihat: Menyelami Lirik "Mata Karanjang" Gunawan

Di belantika musik Manado, nama Gunawan bersanding erat dengan lagu melankolis bertajuk "Mata Karanjang". Lagu ini bukan sekadar balada patah hati biasa, melainkan syair berbalut emosi mendalam yang mengisahkan cinta, pengkhianatan, dan akhirnya, penerimaan. Mari kita menyelami lirik-liriknya untuk memahami kisah dan pesan yang terkandung di dalamnya.

Kepiluan Cinta yang Pupus:

Bait-bait awal lagu langsung menusuk kalbu. Lirik "So abis ta pe mau mo ba minta pa ngana, so abis ta pe harap mo suru sayang pa ngana" (Sudah habis harapku untuk memintamu, sudah habis harapku untuk menyuruhmu mencintaiku) terucap pilu, menggambarkan perjuangan cinta yang sia-sia. Cinta yang tulus namun tak berbalas, sebuah kisah klasik yang tak lekang waktu.

Pengkhianatan yang dibalut kebencian tersirat dalam baris "Ilang so ilang cinta ngana ganti deng binci…" (Cintamu hilang diganti kebencian). Rasa sakit dikhianati begitu menusuk, hingga sang kekasih merasa dijauhkan secara paksa. Namun, di tengah kepedihan, muncul secercah ketegaran lewat lirik "Ngana yang paksa sandiri kita mo lupa pa ngana" (Kau sendiri yang memaksa diri melupakanku). Ini menunjukkan upaya untuk merelakan, meski hati belum sepenuhnya ikhlas.

Refleksi Diri dan Dendam yang Meluruh:

Reffrein lagu menjadi titik balik perenungan. "So itu jangan sayang talalu mata karanjang, no ngana rasa jo akang saki hati di hianati…" (Janganlah terlalu mata keranjang, engkau akan merasakan sakit hati di khianati). Kata "mata keranjang" dalam bahasa Manado bermakna tamak dan tak bisa melihat kesalahan sendiri. Sang kekasih dinasihati agar tidak terjebak dalam dendam dan amarah, karena pada akhirnya, mereka yang mengkhianati juga akan merasakan pahitnya karma.

Lirik selanjutnya, "Mo bale kita so laeng so nyanda cinta pa ngana, kurang boleh ngana sayang ba hitung jo bintang di langit…" (Sekalipun kau kembali, tak ada lagi cintaku, meski kau hitung cintamu sebanyak bintang di langit), menegaskan keputusan untuk membebaskan diri. Ini bukanlah ungkapan balas dendam, melainkan penegasan harga diri dan cinta yang tak bisa dipaksa.

Penerimaan dan Pelepasan:

Bait terakhir lagu ini bernada pasrah. "Skarang so parcuma sayang ngana manangis manyasal…" (Sia-sia sekarang kau menyesal dan menangis). Ini bukan bentuk kekejaman, melainkan penerimaan terhadap takdir. Sang kekasih telah memaafkan, meski luka di hati mungkin takkan pernah hilang.

Karya yang Beresonansi dengan Hati:

"Mata Karanjang" bukanlah sekadar lagu patah hati biasa. Liriknya sarat dengan pendewasaan, penerimaan, dan pesan untuk tidak terjebak dalam dendam. Dinamika emosi yang digambarkan begitu nyata sehingga resonansi dengan pendengar pun tak terhindarkan. Gunawan berhasil merangkai kisah cinta dan pengkhianatan dengan bahasa yang sederhana namun menyentuh. Pesan moral yang kuat tentang pentingnya memaafkan dan move on menjadikan lagu ini abadi dan tetap relevan bagi siapa saja yang pernah tersakiti.

Jadi, "Mata Karanjang" bukanlah lagu untuk berlarut dalam kesedihan, melainkan ajakan untuk bangkit dan belajar dari pengalaman. Lewat kisahnya, Gunawan mengingatkan kita bahwa meskipun cinta tak selalu bersambut, kebahagiaan sejati tetap dapat diraih dengan belajar memaafkan dan melepaskan diri dari belenggu dendam.

Check Also

Sebutkan Gangguan Keamanan Yang Terjadi Pada Masa Kemerdekaan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *