Jumlah Rakaat Tarawih

Menjelajahi Keberagaman Jumlah Rakaat Shalat Tarawih: Sebuah Refleksi

Bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan, identik dengan berbagai ibadah istimewa, salah satunya shalat Tarawih. Keindahan ibadah malam ini tak hanya terletak pada pahala berlipat ganda, tetapi juga pada tradisi dan keragamannya, termasuk dalam hal jumlah rakaat.

Perbedaan jumlah rakaat Tarawih telah menjadi diskursus menarik di kalangan umat Islam. Di Indonesia, dua mazhab besar, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, memiliki pandangan berbeda. NU umumnya melaksanakan 23 rakaat, sedangkan Muhammadiyah 11 rakaat. Perbedaan ini tak jarang memicu pertanyaan: Manakah yang "benar"?

Sebelum menyelami pertanyaan tersebut, penting untuk memahami bahwa perbedaan dalam Islam, khususnya terkait ibadah, adalah hal lumrah. Keragaman ini merupakan rahmat dan bukti kekayaan khazanah Islam. Justru dengan memahami perbedaan, kita dapat belajar untuk saling menghormati dan toleransi.

Terkait jumlah rakaat Tarawih, Rasulullah SAW tidak pernah menentukan secara pasti. Beliau pernah melaksanakan 8 rakaat, di lain waktu 11 rakaat, dan di masa lainnya 23 rakaat. Hal ini menunjukkan fleksibilitas dan tidak adanya keharusan rigid dalam jumlah rakaat Tarawih.

Para ulama kemudian merumuskan berbagai pendapat berdasarkan hadits dan ijtihad mereka. Mayoritas ulama, termasuk Imam Syafi’i, Maliki, dan Hanbali, berpendapat bahwa Tarawih idealnya 20 rakaat. Di sisi lain, Imam Hanafi memperbolehkan 8 rakaat. Sementara, Imam Malik memiliki dua pendapat: 8 rakaat atau 36 rakaat.

Di Indonesia, NU mengikuti mazhab Syafi’i dengan melaksanakan 20 rakaat Tarawih, ditambah 3 rakaat witir. Sementara Muhammadiyah, berdasarkan ijtihad Imam Hanafi, memilih 8 rakaat Tarawih dan 3 rakaat witir.

Penting untuk diingat bahwa inti dari Tarawih bukan terletak pada jumlah rakaat, melainkan pada kekhusyu’an, keikhlasan, dan upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Di bulan penuh berkah ini, fokuslah pada esensi ibadah, yaitu meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan rasa cinta kepada Allah SWT.

Berikut beberapa poin penting terkait jumlah rakaat Tarawih:

1. Keberagaman Adalah Rahmat: Perbedaan jumlah rakaat Tarawih merupakan rahmat dan bukti kekayaan khazanah Islam. Menghormati perbedaan dan mengedepankan toleransi adalah kunci dalam menjaga persatuan umat.

2. Tidak Ada Kewajiban Rigid: Rasulullah SAW tidak pernah menentukan secara pasti jumlah rakaat Tarawih. Hal ini menunjukkan fleksibilitas dan tidak adanya keharusan rigid dalam jumlah rakaat.

3. Ikuti Mazhab yang Dipercaya: Umat Islam dianjurkan untuk mengikuti mazhab yang dipercayainya dalam menentukan jumlah rakaat Tarawih.

4. Fokus pada Esensi Ibadah: Inti dari Tarawih bukan terletak pada jumlah rakaat, melainkan pada kekhusyu’an, keikhlasan, dan upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT.

5. Utamakan Persatuan: Di bulan Ramadhan, fokuslah pada esensi ibadah dan utamakan persatuan umat. Perbedaan dalam jumlah rakaat Tarawih tidak boleh menjadi sumber perpecahan.

Mari jadikan Ramadhan sebagai momen untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan mempererat tali persaudaraan antarumat Islam. Dengan semangat toleransi dan saling menghormati, perbedaan dalam jumlah rakaat Tarawih dapat menjadi sebuah keindahan dalam keragaman Islam.

Pada akhirnya, pilihan jumlah rakaat Tarawih adalah sebuah ijtihad pribadi. Yang terpenting adalah melaksanakan ibadah dengan penuh kekhusyu’an, keikhlasan, dan rasa cinta kepada Allah SWT. Semoga Ramadhan tahun ini membawa berkah dan ampunan bagi kita semua.

Check Also

Sejarah kujang, Senjata Pusaka dan Simbol Budaya Sunda

Kujang adalah sebuah senjata tradisional khas Sunda yang telah ada sejak berabad-abad silam. Kujang memiliki …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *