Waspadai Serangan Hama di Garut saat Musim Kemarau Basah
Musim kemarau biasanya identik dengan kondisi kering dan minim serangan hama. Namun, tahun ini kondisi berbeda terjadi di Garut. Para petani di sejumlah wilayah dibuat waspada dengan meningkatnya serangan hama, terutama hama wereng dan ulat grayak, akibat pola cuaca yang tak biasa: kemarau yang dibarengi hujan ringan, atau yang sering disebut kemarau basah.
Fenomena ini dipicu oleh perubahan pola iklim yang menyebabkan kemarau tidak sepenuhnya kering. Intensitas hujan yang masih terjadi secara acak menciptakan kelembaban yang sangat ideal bagi perkembangan berbagai jenis hama tanaman.
Tanaman Pangan Paling Rentan
Tanaman seperti padi, jagung, dan sayuran menjadi korban paling terdampak. Banyak petani mengeluhkan daun yang menguning lebih cepat dan pertumbuhan tanaman yang terhambat. Dalam beberapa kasus, serangan terjadi mendadak dalam skala luas, mempercepat kerusakan sebelum sempat diatasi.
Menurut Dinas Pertanian Kabupaten Garut, dalam sebulan terakhir ini, laporan mengenai peningkatan populasi hama meningkat hampir 30 persen dibanding bulan sebelumnya. Kondisi ini cukup mengganggu produktivitas, terutama di daerah lahan tadah hujan yang tidak memiliki sistem irigasi permanen.
Langkah Pencegahan yang Disarankan
Petani disarankan untuk lebih aktif memantau lahan mereka dan tidak menunda penyemprotan pestisida organik atau hayati secara terpadu. Penggunaan pestisida kimia masih diperbolehkan, namun perlu dikombinasikan dengan teknik pengendalian hama ramah lingkungan agar tidak merusak ekosistem tanah secara jangka panjang.
Selain itu, para penyuluh pertanian juga mulai mendorong penerapan pola tanam berpola rotasi untuk mengurangi peluang kehidupan hama yang terus-menerus di lahan yang sama. Penggunaan varietas tahan hama pun menjadi salah satu solusi yang kini makin digalakkan oleh dinas terkait.
Kesiapsiagaan Komunitas Tani
Beberapa kelompok tani di wilayah Garut Selatan sudah mulai bergerak cepat dengan melakukan pengamatan bersama, pengadaan pestisida secara kolektif, dan koordinasi lintas dusun. Langkah ini dinilai efektif untuk menghadapi lonjakan serangan hama secara komunal.
Mereka bahkan menggagas sistem pemantauan berbasis jadwal mingguan untuk mendeteksi gejala awal serangan. Dengan begitu, respons dapat dilakukan lebih cepat sebelum hama berkembang biak terlalu banyak dan menyebabkan kerugian lebih besar.
Dengan terus berkembangnya pola cuaca yang tak menentu, tantangan terhadap produksi pertanian konvensional kian bertambah. Musim kemarau basah menjadi sinyal kuat bahwa strategi adaptasi iklim dan manajemen hama perlu terus diperbarui agar ketahanan pangan lokal tetap terjaga.